Tidak terasa kita akan mengakhiri tahun 2008 ini. Saya yakin bahwa setiap waktu atau kurun waktu mempunyai makna bagi setiap orang, apakah makna yang menggembirakan atau sukacita maupun makna yang menyedihkan dan kurun waktu itu akan menjadi landasan kita dalam upaya berbuat dan berkarya lebih baik lagi bagi masa atau waktu mendatang............
Bagi Saya dan mungkin seluruh pelaksana program PIDRA beserta stakeholders lainnya tahun 2008 ini mempunyai makna yang sangat penting dan strategis. Kenapa? Tahun 2008 ini merupakan tahun terakhir dari waktu pendampingan program PIDRA dalam membangun kapasitas masyarakat dan kelembagaan masyarakat miskin bahkan sangat miskin di pedesaan terpencil, kering dan terbatas sarana prasarananya. Delapan tahun sudah kita bekerja bersama-sama dan bekerjasama untuk mencapai Visi Program: Peningkatan taraf hidup masyarakat miskin secara berkelanjutan pada wilayah lahan kering di Provinsi Jawa Timur, NTB dan NTT; Misi Program: Mewujudkan kondisi yang mendukung peningkatan taraf hidup dan kemampuan keluarga miskin dalam merealisasikan kegiatan untuk peningkatan pendapatan serta lingkungan sumber daya alam secara berkelanjutan. Untuk tercapainya visi dan misi program, program PIDRA menggunakan pendekatan program, yaitu : Partisipatif, Fleksibel, Perspektif Jender, Pendampingan LSM, Keberlanjutan dan Desentralisasi. Target atau sasaran dari program PIDRA adalah, Tiga propinsi (Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, 14 kabupaten (Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab, Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kab. Blitar, Kab. Lumajang, Kab. Sumbawa, Kab. Dompu, Kab. Bimas, Kab. TTS, Kab. TTU, Kab. Alor, Kab. Sumba Timur dan Kab. Sumba Barat), 237 desa, 2.370 Kelompok Mandiri, 100 Federasi, 237 Lembaga Pembangunan Desa dan 100.000 Kepala Keluarga.
Pelaksanaan Program PIDRA ini dimulai tahun 2001 tapi persiapan pelaksanaan program ini dimulai dari tahun 1997 pada waktu terjadi krisis ekonomi nasional dan dunia sampai dengan penandatangan Loan Agreement pada tahun 2000. Memang bukan waktu yang panjang untuk suatu pekerjaan besar dengan tujuan yang mulia namun secara manusia 1997 – 2008 merupakan suatu jangka waktu kerja yang panjang dengan penuh perjuangan, kerja keras, pengorbanan materil, moril bahkan pengorbanan jiwa dan raga (ada beberapa orang pelaksana program yang meninggal dunia pada waktu menjalan tugas program PIDRA).
Hasilnya khusus di NTT pada 5 kabupaten (TTS, TTU, Alor, Sumba Timur dan Sumba Barat) dan 94 desa telah berhasil ditumbuhkan bersama-sama dengan masyarakat 897 kelompok mandiri hasil dan dari hasil penilaian terakhir (triwulan III tahun 2008) ada 90 % masuk kategori Sangat baik dan baik (menuju kemandirian dan keberlanjutan), 8 % masuk kategori sedang (masih perlu didampingi untuk mandiri dan berkelanjutan) dan 2 % masih pada kategori kurang (masih perlu pendampingan dalam kurun waktu yang panjang untuk menuju kemandirian dan berkelanjutan). Kekayaan seluruh kelompok mandiri program sebesar Rp. 14 Milyar dengan berbagai usaha produktif baik perorangan maupun kelompok. Untuk meningkatkan daya saing, posisi tawar dan memperkuat usaha maka kelompok mandiri di setiap desa telah membentuk suatu gabungan kelompok yang disebut Federasi. Sampai saat ini sudah ada 94 Federasi dengan kekayaan seluruh Federasi adalah Rp. 2 Milyar dengan aktivitas utama adalah pemasaran hasil bersama, simpan pinjam dan waserda. Sedangkan khusus untuk menangani perencanaan, pembangunan, evaluasi dan pemeliharaan sarana prasana umum tingkat pedesaan dan konservasi sumberdaya alam telah terbentuk 94 Lembaga Pembangunan Desa (LPD) yang telah berhasil membangunan berbagai sarana prasarana umum tingkat desa seperti jalan desa, PAH, Perpipaan, Pemeliharaan Mata Air, pasar desa, perbaikan (sekolah, tempat ibadah, puskesma dan posyandu), embung-embung mini, biogas, terasering, kebun bibit desa, penanaman tanaman keras, dan lain-lain. Melalui LPD ini juga telah berhasil dirumuskan Rencana Strategis (renstra) pengelolaan sumberdaya alam bahkan ada yang telah ditetapkan dalam bentuk peraturan desa. Secara singkat telah terjadi perubahan yang begitu besar dan mendasar baik yang bersifat perilaku, polapikir, kepercayaan diri, kepemilikan asset, pengelolaan sumberdaya alam yang semakin baik, berkembangnya berbagai usaha produktif, peranserta dalam pemerintahan desa, serta perubahan-perubahan lain di bidang pendidikan, kesehatan dan juga yang terutama adalah perubahan dari desa yang rawan pangan menjadi desa yang tidak pernah rawan pangan lagi. Beberapa model yang sudah mulai di replikasi oleh pihak lain seperti model pemasaran bersama, model pengelolaan sumberdaya alam, dan model pengembangan ketahanan pangan berbasis masyarakat. Disamping itu kelompok mandiri, federasi dan LPD juga telah dimanfaatkan oleh berbagai institusi lain untuk melaksanakan program dan kegiatan mereka.
Apa yang saya tulis diatas hanya merupakan gambaran umum keberhasilan program, masih banyak persoalan dan masalah yang dihadapi oleh pelaksana program bersama, kelompok mandiri, federasi dan LPD yang masih harus kita hadapi terutama setelah program ini selesai 31 Desember 2008 ini. Gambaran keberhasilan diatas hanya sebagai gambaran atas suatu hasil kerja bersama baik itu dari pihak pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa maupun dari pihak LSM baik ditingkat Pusat, Provinsi, kabupaten dan desa.
Keberhasilan ini bukan merupakan keberhasilan dari para pelaksana program di fase II ini saja tapi ini merupakan akumulasi hasil kerja mulai dari tahun pertama (2001) waktu itu ditingkat Provinsi NTT ada LSM Utama yaitu Yayasan Bina Swadaya Jakarta dengan personilnya ada Pak Yoseph Fola, Ibu Irawati, Ibu Nursulystiati ( Lilis), Pak Agung, Ibu Christiana, Pak Da Costa, Ibu Ody sedangkan di tingkat kabupaten khusus yang berubah yaitu LSMP Sumba Barat, Yayasan Wahana Komunikasi Wanita Ibu Wiyati yang pada fase kedua diganti oleh Yayasan Satu Visi bersama LSM Oisca di TTS, Mitra Tani Mandiri di TTU, Obor Swadaya di Alor dan untuk Sumba Timur Yayasan Ie Hari Pak Wilem Dere yang pada fase ke dua diganti oleh Yayasan Pahadang Manjoru. Begitu pula di tingkat Sekretariat Provinsi NTT maupun tingkat kabupaten yang para pelaksananya banyak yang telah menjadi pejabat-pejabat penting di tingkat Provinsi maupun kabupaten. Kami semua memulai dari Nol menjalankan program ini dengan berlandaskan pada Staf Apraisal Report (SAR) dan berbagai pelatihan serta kemampuan dan keahlian dari kawan-kawan LSM bersama-sama kita melaksanakan program ini. Berbagai benturan karena perbedaan pemahaman, latar belakang (pemerintah dan LSM), ego dari masing-masing lembaga seperti pola yang biasa digunakannya lebih baik dan tepat dari pada pola yang disarankan oleh lembaga lain, perbedaan-perbedaan konsep pribadi dari para ahli/konsultan dan benturan-benturan lainnya sehingga perlu waktu yang cukup panjang kurang lebih 3 tahun (2001 – 2003) baru bisa terjadi kesamaan persepsi, kebersamaan, harmonisasi, dan team work makin solid, namun sayang fase I hanya tinggal 1 tahun (2004) dan hasil rewiev IFAD merubah struktur organisasi pelaksana dimana LSM Utama yang ada di masing-masing provinsi di hilangkan dan diganti dengan LSM Nasional dan menempatkan tenaga ahli dari LSMN di masing-masing provinsi. Namun sebenarnya pola ini baru berjalan pada tahun pertengahan 2006 sehingga selama tahun 2005 praktis pendampingan LSM kurang tapi ini juga suatu berkat tersendiri karena pengalaman ini menunjukkan bahwa Relawan desa (VCO), LSMP dengan kemampuan terbatas, kelompok-kelompok mandiri bersama Sekretariat PIDRA mampu terus berjalan dan tidak sampai mati atau bubar.
Membangun kebersamaan itu ternyata tidak mudah apalagi kebersamaan antara pemerintah dengan LSM. Namun kami para pelaksana program PIDRA fase I telah berhasil membangun kebersamaan itu dan ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi kami semua.
Keberhasilan sekarang (Fase II) bukan semata-mata merupakan kekuatan, kemampuan dan kehebatan para pelaksana program pada fase II tapi sebenarnya juga karena kontribusi yang sangat besar dari pelaksana program di fase I yang telah meletakkan dasar dan mengembangkan program ini. Untuk itu secara pribadi tulisan ini sebenarnya ingin mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan saya kepada para pelaksana program baik di Sekretariat Program PIDRA (Unsur Pemerintah) maupun di LSM mulai dari Pusat sampai ke para pendamping lapangan di tingkat desa, tanpa kontribusi kawan-kawan semua tidak mungkin akan memberikan hasil seperti saat ini. Besar harapan saya kawan-kawan pada fase I mau memberikan sumbangan tulisan pengalaman selama bekerja pada program PIDRA fase I terutama kepada kawan-kawan di Bina Swadaya mudah-mudahan maupun menyumbangkan tulisan tentang kajian pemberdayaan masyarakat miskin dengan pola PIDRA selama 4 tahun kita bermitra di NTT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar