Rabu, 10 Desember 2008

Perhentian Sementara Dari Suatu Perjalanan Panjang

Tahun 1997, ini merupakan langkah pertama dari sejumlah langkah yang tidak terhitung sampai akhir Desember 2008. Disini dilangkah pertama ini kita mulai berpikir tentang bagaimana mengentaskan kemiskinan di daerah lahan kering, terpencil, terbatas sarana prasarana, terbatas akses, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kesehatan yang rendah dan keterbatasan-keterbatasan lainnya yang menjadi santapan harian mereka. Inilah langkah awal dari suatu pemikiran sederhana bagaimana mengentaskan kemiskinan?

Berbagai pihak terlibat dalam upaya mengimplementasikan pemikiran sederhana tapi mulia ini. Pemerintah Pusat, Departemen Pertanian, IFAD, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah Daerah baik ditingkat Provinsi maupun ditingkat Kabupaten khususnya Dinas/Badan lingkup pertanian dan masyarakat sendiri. Semua bekerja keras...... semua berupaya memberikan kontribusi yang terbaik .......... semua memberikan berbagai pengorbanan hanya dengan satu tujuan terformulasinya suatu model pemberdayaan yang dapat mengentaskan kemiskinan......... Keringat, airmata, keluh-kesah, kecelakaan, konflik, senyum, tawa, canda dan berbagai ekspresi ada disini. Semua ini menghasilkan suatu Loan Agreement 539 ID pada bulan Juni 2000. Dan selanjutnya secara konsisten pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten mempersiapkan dokumen keuangan untuk Program ini yang disebut atau yang dikenal dengan nama Participatory Integrated Development In Rainfed Areas (PIDRA) dan secara pararel juga di tingkat provinsi dan kabupaten mempersiapkan penjaringan LSM yang akan menjadi mitra pemerintah dalam pelaksanaan Program PIDRA ini. Program ini merupakan pengalaman perdana saya dalam mempersiapkan suatu program bantuan/pinjaman luar negeri memang berbeda dengan persiapan program/kegiatan dari dana yang bersumber dari pemerintah RI. Pada program dana luar negeri segala sesuatu dipersiapkan dulu mulai organisasi pelaksana, metode dan pola pendekatan, sistem perencanaan, mekanisme pertanggung jawaban keuangan, mekanisme pengadaan barang, sistem monitoring dan evaluasi dan kebutuhan dananya per kegiatan baru dibuat dokumen keuangannya. Sedangkan pada kegiatan dengan sumber dana dari pemerintah RI ada uangnya baru dibuat kegiatannya dan kegiatan hanya bersifat tahunan. Mungkin ini perlu kita pelajari untuk penerapannya di negara kita tercinta.

Pada tahapan implementasi terutama pada tahun-tahun permulaan (1-3 tahun), banyak tantangan yang harus dihadapi oleh pelaksana program, seperti kerjasama dengan pemerintah dengan LSM dua kutub yang berbeda harus bersama-sama menjalankan satu program luar biasa pengalaman yang ditimba disini, disisi lain para pelaksana (aparat pemerintah) dihadapkan dengan pola yang sangat berbeda dengan yang biasa dilaksanakan, diwaktu lalu aparat pemerintah kalau ketemu dengan masyarakat/petani selalu datang dengan membawa janji, bawa bantuan (anakan, bibit, pupuk atau uang dan lain-lain) tapi di program PIDRA tidak ada yang dibawa untuk diberikan kepada masyarakat. Dipihak masyarakat, mereka berpikir dengan masuknya program pemerintah apalagi dana bersumber dari luar negeri pasti akan mendapatkan uang atau barang yang banyak tapi kenyataannya tidak; apalagi ditambah konsep program ini adalah menabung, mana bisa orang miskin bisa menabung? Pegawai Negeri Sipil saja banyak yang tidak punya tabungan. Dan masih banyak tantangan-tantangan lainnya. Namun sekali lagi ini merupakan pengalaman yang berharga, mahal dan susah dicari dimana saja. Saya bersyukur menjadi salah satu pelaksana program ini apalagi saya diberikan kesempatan untuk mendampingi program ini mulai dari awal sampai dengan saat ini.

Program ini dirancang dalam pelaksanaannya donatur (IFAD) akan melakukan supervisi secara langsung setiap tahunnya untuk mengevaluasi pelaksanaan program, menemukan masalah, hambatan bahkan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program terutama yang berkaitan metode dan pola pendekatan program sehingga secara cepat dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan bila antara terori pada program tidak sejalan dengan kondisi nyata dalam pelaksanaannya. Pada kegiatan ini setiap tahunnya datang para konsultan dari IFAD, mereka benar-benar mempunyai kapabilitas yang hebat pada bidang ilmunya dan sangat profesional dalam menjalankan tugasnya. Sekali lagi ini merupakan kesempatan belajar yang sangat berharga, belajar langsung dilapangan. Dengan cara ini maka program menjadi sangat fleksibel, partisipatif, kreatif dan inovatif sehingga program ini berjalan sangat dinamis sejalan dengan dinamika pada masyarakat dampingan.

Fase I berakhir pada tahun 2004. Luar biasa ........ Selama pendampingan program, hampir 90 % kita fokus pada capacity building, berkutat-katit pada konsistensi pelaksanaan proses menyampingkan persoalan input-ouput tapi apa yang terjadi benar-benar diluar perkiraan kami pelaksana program, Modal umum kelompok orang-orang miskin di desa miskin pada daerah terpencil bisa mencapai angka Rp. 4 milyard. Kegiatan-kegiatan usaha produktif berkembanga dengan pesat, para wanita/perempuan berkembangan dalam berbagai peran, para anggota kelompok mulai diperhitungkan dalam proses pembangunan dan kepemerintahan di tingkat desa. Timbul harapan baru, ekonomi pedesaan makin bergeliat, kesehatan makin membaik, pendidikan makin membaik dan sarana prasarana umum dipedesaan makin membaik, jalan desa, dusun dan bahkan yang terisolir mulai bisa dijangkau sarana transportasi umum dan hebatnya desa-desa yang selama Indonesia merdeka belum pernah dikunjungi pejabat tinggi dari kabupaten (Bupati, DPRD dan lain-lain) mulai dikunjungi. Suatu kejadian luar biasa yang terjadi di NTT pada tahun 2005 yaitu rawan pangan oleh karena kekeringan yang berkepanjangan dari musim tanam 2004/2005 menjadi suatu momentum bersejarah bagi program PIDRA di NTT karena seluruh desa PIDRA yang merupakan desa langganan rawan pangan sebelum program ini masuk, pada waktu itu (2005) tidak ada satupun desa yang rawan pangan. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan Wakil Gubernur NTT (sekarang Gubernur NTT), Ketua DPRD dan jajaran pejabat-pejabat tinggi tingkat provinsi dalam kunjungan mereka ke kabupaten TTS mulai dari desa-desa rawan pangan di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang, masuk ke Batu Putih sampai ke Kolbano Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten TTS semuanya ditimpa rawan pangan dan gizi buruk tapi begitu sampai di Desa Nakfunu (salah satu Desa PIDRA) disana tidak ada rawan pangan bahkan bahan makanan berkelimpahan dan yang lebih bangga lagi desa-desa PIDRA di TTS bersatu memberikan bantuan kepada desa-desa yang terkena rawan pangan dan gizi buruk di TTS.

Tidak terasa tahun 2008 sudah hampir berakhir tinggal beberapa hari lagi, itu berarti program PIDRA fase II akan berakhir. Untuk itu pada awal Desember 2008, tim Review IFAD yang dipimpin oleh Mr. Aloysius Fernandez seorang ahli pemberdayaan masyarakat dan mikrofinance dari India yang di PIDRA kita sebut juga sebagai Mbah-nya (Kakek) PIDRA dengan beberapa ahli kelembagaan, monev, keuangan dan Gender melakukan evaluasi dan mereka memberikan apresiasi kepada masyarakat dan pelaksana program PIDRA karena telah berhasil melaksanakan tugasnya. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan masyarakat (Kelompok Mandiri Program, Lembaga Pembangunan Desa dan Federasi) masyarakat selalu menyampaikan permintaan dan harapan untuk pendampingan pola PIDRA bisa tetap dilanjutkan karena mereka masih butuh pola seperti ini mereka masih harus banyak belajar lagi untuk berhadapan dengan tantangan yang lebih besar lagi di waktu mendatang. Begitu pula waktu bertemu dengan Bapak Gubenur NTT, Drs. Frans Leburaya di rumah jabatan Gubernur, terungkap pernyataan Bapak Gubernur bahwa Provinsi NTT masih membutuhkan pola pendekatan program PIDRA ini karena masih banyak masyarakat miskin di NTT ini dan Bapak Gubernur yakin kalau program seperti PIDRA ini masih terus berlanjut di NTT maka Provinsi NTT akan lebih cepat sejahtera untuk itu Bapak Gubernur menyarankan melalui Tim Review untuk menyampaikan keinginan Beliau dan masyarakat NTT agar IFAD masih mau meneruskan dukungannya untuk pembangunan di NTT pada waktu-waktu yang akan datang.

Program memang akan berakhir, tapi kami pelaksana program telah melakukan berbagai upaya yang kami sebut ”Exit Strategy” sehingga kami punya keyakinan bahwa walaupun program telah berakhir tapi seluruh kelembagaan masyarakat yang ada di desa (KM, LPD maupun Federasi) akan terus berjalan dan berkembang karena itu proyek mereka dan bukan proyek kami. Itu kebutuhan mereka dan mereka sadar bahwa dengan cara ini mereka akan dapat hidup lebih baik lagi .... lebih sejahtera lagi. Tapi secara sadar juga kita pelaksana Program PIDRA baik pemerintah maupun LSM melihat tantangan-tantangan terutama dalam upaya peningkatan skala usaha, mereka masih akan berhadapan dengan berbagai kesulitan. Mudah-mudahan masih ada yang akan membantu mereka, mendampingi mereka dan mengantar mereka untuk menjadi konglomerat-konglomerat pedesaan yang sukses.

Tidak ada komentar: