Oleh : Ir. Beny Ulu Meak
Manajer Program PIDRA Timor Tengah Utara
Mungkin, ini adalah salah satu analisa realita dari pelaksana program PIDRA di Kabupaten Timor Tengah Utara yang disadari atau sungguh terasa dan mungkin tidak berpretensi sesuatu yang sangat fokus untuk diperdebatkan lebih lanjut menjadi suatu keraguan. Meski demikian, sebagai pelaksana program PIDRA yang telah berkecimpung dari tahun 2001 s/d saat sekarang dapat menghayati sekaligus memahami hakekat yang sebenarnya dan tersembunyi dari bawah sebagai pandangan praktisioner yang revolusioner tentang pelaksanaan program PIDRA.
Program PIDRA (Participatory Integrated Development In Rainfed Areas) adalah sebuah program pemberdayaan yang difokuskan kepada masyarakat miskin yang bermukim di lahan kering/kritis, tadah hujan dan jarang memperoleh akses dalam pembangunan wilayah pedesaan melalui pendekatan secara partisipatif. Defenisi ini telah menjadi suatu spirit yang kuat akan alur pengembangan program itu sendiri dan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan para pemangku kepentingan baik itu unsur Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat,Swasta, Perguruan Tinggi maupun masyarakat sebagai pelaksana utama dari program ini.
Pendekatan program secara “Partisipatif” mengandung pemahaman bahwa masyarakat pelaksana program, diberi kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya dari apa yang dimiliki untuk menolong dirinya sendiri yang dimulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan,monitoring dan evaluasi. Pendekatan ini bukan berarti dalam proses pemberdayaan- masyarakat (KK miskin) yang menjadi sasaran program di elus-elus atau memanjakan mereka, namun justru dengan model ini mereka secara tidak langsung diberi tantangan dengan apa yang mereka miliki untuk dapat menolong diri mereka secara sendiri keluar dari kesulitan yang tengah meraka hadapi serta menjadikan mereka lebih mandiri. Sedangkan pelaksana program petugas lapangan (PPL/PTL-Pendamping LSM-P) dan pihak luar hanya bertindak sebagai fasilitator. Pokoknya bila proses pemberdayaan itu mampu mengoptimalkan potensi yang ada, maka akan maksimal pula kontribusinya untuk kesejahteraan bersama.
1. Ketahanan Sosial-Masyarakat
Tentu saja kita pahami bahwa jika kita berhadapan dengan masyarakat marginal pasti serba berkekurangan baik secara struktural maupun secara fungsional, akan tetapi program PIDRA dengan model pengembangan masyarakat yang menfokuskan pada kegiatan pengembangan kapasitas dan kemampuan lewat pelatihan penguatan kapasitas kelembagaan (Capacity Building/CB) dan pelatihan teknis (Technical Building) dengan modul-modul pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal mereka oleh para petugas pendamping (PPL/PTL dan Fasilitaor LSM-P) secara terjadwal dan terkoordinasi telah memberikan perubahan kepada mereka akan ketahanan social mereka sebagai suatu modal dasar yang kuat untuk mereka berinteraksi, bekerjasama, berafinitas sekaligus berperan mengatasi kesulitan yang mereka hadapi dengan memanfaatkan segala potensi yang mereka miliki untuk mencapai kemandirian baik di dalam lingkungan keluarga, kelompok ataupun wilayah desa. Mereka menjadi sadar, tahu dan mau untuk berbuat bersama demi mencapai cita-cita yang mereka hadapi yaitu hidup lebih sejahtera (Better living), bertani lebih produktif (Better farming), berusaha lebih menguntungkan (Better business) dan tata kehidupan masyarakat lebih baik (Better community).
2. Ketahanan Ekologis
Ada kesan yang logis bahwa lahan kering/kritis dan tadah hujan pasti terdapat persoalan yang kompleks dan hal ini sebagai salah satu pemicu ketidakberdayaan masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut. Program PIDRA dengan sub komponen Pengelolaan Sumber Daya Alam berbasis masyarakat (Community Based for Natural Resources Management) merupakan salah satu model Pengelolaan Sumber Daya Alam oleh masyarakat lokal berdasarkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan secara arif, bijaksana dan berkelanjutan. Dalam sistem pengelolaan ini peran masyarakat menjadi kunci utama. Masyarakat diberikan kesempatan dan tanggungjawab untuk mendefenisikan kebutuhan, tujuan, aspirasi dan mengambil keputusan untuk mencapai kesejahteraan. Konsekuensinya masyarakat lokal / petani harus tanggap terhadap potensi sumber daya alam pedesaan dan mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara partisipatif dan berkelanjutan. Kondisi ini telah memberikan suatu perubahan kepada masyarakat sasaran program untuk secara jeli memanfaatkan sekaligus melestarikan lingkungan kawasan lahan kering- kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro dengan berbagai inovasi Teknologi Tepat Guna (TTG) di bidang pertanian dan peternakan yang ramah lingkungan dan tidak menggunakan input luar yang tinggi dalam mengelolah kawasan lahan kering tersebut. Beberapa inovasi TTG yang telah dipraktekan di Kabupaten TTU adalah olah lubang, olah jalur, terasering Bingkai A, pembenaman bahan organik, pemberian mulsa, Sumplemet Blok Gula Lontar (SBGL) sebagai pakan suplemet bagi ternak sapi dan sistim kandang lorong untuk penggemukan ternak sapi.
3. Ketahanan Ekonomi
Asumsi yang dikembangkan oleh para pembuat kebijakan (Policy makers) Program PIDRA bahwa masyarakat itu dapat berdaya secara entitas apabila ada perubahan ketahanan ekonominya. Hal ini juga menjadi suatu indikator yang utama bagi sebuah program yang mengkulturkan pada upaya proses pemberdayaan (empowerment) seperti program PIDRA ini. Selama Fase I (Tahun 2001 – 2004) focus program PIDRA diarahkan untuk penguatan kapasitas kemampuan kelembagaan masyarakat dan pada Fase II (Tahun 2005 – 2008 ) focus program diarahkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Model yang ditempuh dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah dengan pengembangan usaha mikro, pengelolaan keuangan mikro dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berbasis kelompok mandiri dan Federasi yang dapat dilegalkan menjadi Koperasi di tingkat desa. Hal ini di Kabupaten TTU telah dimulai dengan kegiatan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) di tiap kelompok mandiri program, pendampingan ataupun pelatihan teknis bagi pelaku usaha mikro baik secara individu maupun kelompok disamping melakukan inovasi di bidang pemasaran produk unggulan local secara bersama yang dikoordinir oleh Federasi di tingkat desa serta Asosiasi petani di tingkat kawasan wilayah Kecamatan. Berbagai terobosan dan rangkaian proses ini telah memberikan danpak yang cukup signifikan terhadap perubahan tingkat ketahanan ekonomi keluarga dan masyarakat desa pada umumnya karena ada daya multiplayer efecct dari ketahanan social-masyarakat dan ketahanan ekologi-lingkungan. Perubahan tingkat ketahanan ekonomi masyarakat dampingan program PIDRA di Kabupaten TTU pada 17 desa dapat terukur secara fisik dan kuantitas berupa perubahan asset kepemilikan perabot rumah tangga, alat/mesin pertanian yang dimiliki, pembangunan rumah sehat/permanent/semi permanent, kepemilikan lahan usaha tani, nilai kesehatan ibu dan anak, tingkat pendidikan anak dalam keluarga, stok pangan keluarga dan mobilisasi masyarakat di pasar local ataupun pasar kabupaten/pasar antar kabupaten. Pendek kata bahwa telah ada perubahan tingkat ketahanan ekonomi masyarakat dampingan program PIDRA.
4. Ketahanan Pangan
Secara harafiah isu pangan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kondisi masyarakat maupun sumber daya alam – agroekologi ataupun agroekosistim wilayah setempat. Apabila karakter masyarakat terbatas maka sudah pasti ekologi-lingkungan alam akan terganggu dan menurun potensinya dan berakibat pada terganggunya kondisi ketersediaan pangan dengan aksesibilitas masyarakat akan rendah terhadap pemenuhan pangan. Program PIDRA dengan intervensi pengelolaan SDA (bantuan agro-input/alat mesin pertanian, fisik pengelolaan lahan maupun pembangunan fisik prasarana pedesaan (fasilitas air bersih, pasar desa, jalan dusun/desa,r ehabilitasi sarana kesehatan/pendidikan) selain itu dengan pelatihan teknis kemasyarakatan, pengembangan usaha mikro yang berbasis kegiatan on farm, off farm, non farm telah turut memberikan dampak yang besar terhadap perubahan tingkat ketahanan pangan keluarga, wilayah desa maupun mutu kesehatan ibu dan anak dipedesaan disamping akses pangan masyarakat meningkat walaupun terjadi kekurangan stok pangan dalam setahunnya karena daya beli masyarakat tinggi sebagai akibat dari kegiatan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) di setiap kelompok mandiri program dan tingkat pendapatan yang berubah selama sebulannya karena akibat dari pengelolaan usaha mikro maupun fasilitas jalan, pasar desa yang semakin baik. Apabila dibandingkan sebelum adanya pendampingan dari program PIDRA di Kabupaten TTU pada 17 Desa yang ada, sering terjadi gangguan ketahanan pangan tetapi dengan adanya pendampingan program PIDRA dengan intervensi yang telah disebutkan di atas sekarang sudah tidak lagi ada gangguan ketahanan pangan yang serius bahkan masyarakat sudah meningkat status gizinya dan mutu kesehatan ibu dan anak.
5. Ketahanan Aparatur –Pelaksana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar