Senin, 23 Juni 2008

LUAR BIASA .............

Ini judul atau terkejut ................. Terserah yang baca saja, mau dibilang judul memang itu yang saya pakai sebagai pembuka tulisan ini dan mau di bilang terkejut memang saya terkejut waktu berdiskusi dengan para pengelola federasi di dua desa (Fafinesu B dan Fafinesu C) di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baru-baru ini tanggal 17 Juni 2008, saya bersama Koordinator PIDRA Nasional Ir. Jadi Purnomo,MM dan Tenaga Ahli Usaha Mikro LSM Nasional Yans Koliham, SP serta dari tingkat Kabupaten Manajer PIDRA TTU Ir Benyamin Ulumeak dan Koordinator LSM Pelaksana Ir. Vincent Nurak berkesempatan mengunjungi dua desa tersebut diatas. Disana Kami sempat berdiskusi dengan Federasi Tamlile Tebes (Senang Betul) di Desa Fafinesu B dan Federasi Natal di Desa Fafinesu C.

Diskusi kami berjalan sangat baik, lancar, familiar, terbuka dan yah pokoknya suasananya enak sekali. Mereka menceritakan seluruh aktivitas federasi mereka khususnya dalam upaya pemasaran bersama yang telah mereka kembang dalam dua tahun terakhir ini. Mereka begitu bersemangat menyampaikan hasil-hasil yang telah mereka capai antara lain yang saya anggap mereka sangat bangga dan kami lebih bangga lagi, yaitu :

1. Peran mereka untuk membantu sesama petani sehingga bisa mendapatkan harga yang layak, antara lain mereka menceritakan tentang penjualan kacang tanah tahun ini mereka bisa mendapat harga jual Rp. 9.000/kg kacang tanpa kulit padahal sebelumnya harga tertinggi yang pernah mereka jual hanya Rp. 7.000/kg bahkan sebelumnya lebih rendah dari itu. Kenapa karena sekarang mereka sudah bersatu untuk tidak menjual langsung pada para pedagang/tengkulak tetapi semua harus menjual lewat Federasi bahkan saat ini yang bukan anggota kelompok/federasi pun sudah menjual lewat federasi.

2. Peran mereka untuk membantu sesama petani sehingga sekarang ini mereka tidak tertipu atau dirugikan lagi oleh ulah pedagang/tengkulak dalam hal penimbangan. Selama ini pedagang/tengkulak datang membeli dengan membawa timbangannya dan biasanya timbangan itu sudah direkayasa sehingga menjadi lebih berat. Saat ini difederasi mereka timbang dulu menggunakan timbangan federasi yang sudah ditera oleh instansi terkait baru di ambil pedagang.

3. Peran mereka untuk membantu sesama petani sehingga sekarang ini para petani di desa tidak perlu menjual jauh ke kota kabupaten, tidak perlu membayar mahal ongkos angkut dan tidak perlu membayar biaya-biaya restribusi yang mahal dan banyak dalam perjalanan ke kota kabupaten atau ke kabupaten lain karena mereka hanya menjual kepada federasi lewat kader-kader pemasaran yang tersebar di setiap desa. Misalnya di Desa Fafinesu B ada tiga orang kader pemasaran dan di Desa Fafinesu C ada empat orang kader pemasaran. Kader kader ini berada di titik tertentu di desa sehingga petani dapat menjual ke kader terdekat dari rumah mereka.

4. Peran dari Kader Pemasaran yang adalah warga masyarakat di desa itu dan juga sesama petani adalah menimbang komoditi, memeriksa standar kualitas komoditi dan membayar langsung/ tunai kepada para penjual (khusus untuk komoditi di luar Sapi). Kader sangat bangga dengan peran itu dan masyarakat petani sangat berterima kasih dengan peran kader tersebut.

5. Khusus untuk Sapi tidak dibayar tunai karena jumlah transaksi biasa sangat besar (sampai ratusan juta rupiah) dan tidak di bayar langsung/tunai oleh pedagang tetapi di transfer lewat rekening LSM kemudian baru dibagi ke seluruh penjual sesuai dengan jumlah berat sapi yang di jual. Ini dilakukan karena pernah terjadi penipuan, yaitu uang palsu. Mereka bangga dengan peran LSM yang begitu membantu mereka.

6. Selain itu bagi para anggota kelompok/federasi selain mereka mendapatkan harga yang tinggi mereka juga mendapatkan fee sebesar 2% dari total penjualan, kader mendapatkan fee 28 %, federasi mendapatkan fee 68 % dan asosiasi mendapatkan fee 2% itu kalau dana bersumber dari Federasi. Tapi apabila dana bersumber dari dari Asosiasi maka fee asosiasi 68% dan fee federasi 2% sedangkan fee untuk penjual dan kader tetap sama. Untuk penjual non anggota tidak mendapatkan fee. Khusus di TTU setiap wilayah kecamatan federasi bergabung dalam satu asosiasi yang didanai oleh LSM. Pengurus asosiasi tersebut juga dari anggota masyarakat.

7. Peran dari asosiasi adalah melakukan negoasiasi dengan para pedagang/pembeli untuk mendapatkan harga terbaik dan memberikan informasi kepada para pedagang/pembeli tentang ketersediaan komoditi untuk diangkut. Disamping itu asosiasi juga menyediakan dana untuk membeli komoditi apabila di federasi kekurangan dana.

8. Di Federasi Natal desa Fafinesu C selain usaha pemasaran mereka juga mengembangkan Usaha Simpan Pinjam (UBSP/USP). Pada waktu kami kunjungi bertepatan dengan rapat bulanan Federasi yang di hadiri oleh para perwakilan kelompok. Luar biasa ....... Baru pertama kali selama saya bertugas di PIDRA saya menemukan uang tunai yang begitu banyak ada sekitar delapan jutaan yang tersisa dari dari 16 jutaan karena telah di pinjam oleh para anggota. Sekarang saya menjadi yakin bahwa uang itu memang ada di kelompok dan di federasi bukan hanya sekedar catatan di buku kas atau di laporan program saja. Memang nyata...... di masyarakat miskin dan terpencil itu sekarang mereka sudah mengelola uang yang banyak. Artinya mereka sudah menuju pada peningkatan kesejahteraan dari waktu ke waktu.

9. Di Federasi ini juga ada hal lain yang luar biasa ...... Beberapa waktu yang lalu ada kunjungan magang kelompok masyarakat dari Oekusi – Timor Leste (Negara Tetangganya Indonesia) dari hasil kunjungan ke federasi Natal ini mereka sangat tertarik dan tindak lanjutnya Bendahara Federasi ini Bapak Yulius Sanam sekarang ini melatih administrasi pembukuan kelompok di Negara Tetangga ini. Bagaimana tidak luar biasa...... Seorang Yulius Sanam masyarakat petani di desa terpencil yang hanya tamat SD saja bisa menjadi pelatih di negara lain........ Memang luar biasa. Mereka bangga kami lebih bangga lagi.

10. Kami juga sempat menanyakan kepada mereka, apakah pernah tahu kalau Program PIDRA akan berakhir pada bulan Desember 2008 ini? Jawab mereka : Tahu. Kemudiaan kami bertanya lagi apakah kalau program PIDRA ini berakhir maka kelompok, LPD dan Federasi yang sudah ada ini juga akan berakhir (Bubar)? Saya coba tulis jawaban dari Mama Balandina Naekmuni, kader pemasaran dari Dari Desa Fafinesu B = “KAMI TIDAK AKAN BUBAR. KAMI AKAN BERHENTI BEKERJA DENGAN KELOMPOK, LPD DAN FEDERASI HANYA BILA KAMI MATI (MENINGGAL) SAJA”. Kami sekarang merasa sudah lebih jauh lebih baik dari waktu yang lalu sebelum kami ikut program PIDRA dan kami sadar bahwa ini cara hidup dan cara kerja yang benar sehingga kami akan terus bekerja dengan cara ini dan kami akan terus meningkatkan berbagai usaha kami sehingga kami dapat hidu lebih baik dan lebih sejahtera lagi.

Bukan kah ini sesuatu yang LUAR BIASA ........ Sekali lagi MASYARAKAT MISKIN TIDAK LEMAH hanya perlu pendampingan untuk menguatkan mereka dan mereka bisa karena tidak ada yang mustahil bila kita mau memulainya.

Selasa, 10 Juni 2008

Masyarakat Sejahtera, Lingkungan Lestari

Pengalaman paling berharga sebagai salah satu pelaku Program PIDRA di Nusa Tenggara Timur (NTT), adalah melihat keberhasilan para petani dan kelembagaannya (Kelompok Mandiri (KM), Lembaga Pembangunan Desa (LPD) dan Federasi) dan para petugas lapangan (Fasilitator LSM dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)/Petugas Teknis Lapangan (PTL)) dalam membangun hidup dan kehidupan para petani, kelompok dan desanya. Mulai dari desa paling miskin, petani/masyarakat termiskin diantara yang miskin, desa tertinggal, desa terisolir dan predikat marginal lainnya berhasil menjadi desa yang surplus pangan (tidak pernah rawan pangan lagi), usaha perorangan maupun kelompok berkembang, pendidikan bagi anak usia sekolah makin terjamin, kesehatan masyarakat desa semakin meningkat, kebiasaan bertani tebas bakar dan ladang berpindah berubah menjadi ladang menetap dengan teras-teras yang tertata rapi, dari usaha tanam menanam hanya pada musim hujan saja menjadi tanam menanam sepanjang tahun, dari menjual hanya di desa saja secara perorangan menjadi penjual di tingkat kabupaten bahkan bisa menembus pasar nasional melalui pasar lelang di Surabaya-Jawa Timur, pemasaran bersama membuat petani/kelompok tidak lagi dipermainkan harga dan timbangan oleh para pedagang/tengkulak, dari desa terisolir berubah menjadi desa yang sudah dimasuki oleh angkutan umum, dari desa yang tidak pernah di kunjungi para pemimpin wilayah menjadi desa yang dibanggakan para pemimpin wilayah, dari orang/petani yang terpinggirkan menjadi pimpinan/aparat desa, dari orang/petani yang pasrah pada nasib dan alam menjadi orang/petani yang mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatannya sendiri, dari desa yang kering dan tandus menjadi desa yang hijau dan subur, dari desa yang muram menjadi desa penuh dengan keriangan, canda, tawa, nyanyian penuh suka dan bahagia. Ini hanya merupakan gambaran kualitatif tapi bukan berarti hanya cerita kosong atau asal bunyi saja tapi data-data kuantitatif tersedia, hasil survey rumah tangga setiap tahunnya oleh pihak independent juga tersedia, dan yang paling penting bukti nyata tersedia, datang dan berinteraksilah dengan petani, kelompok mandiri, pengurus LPD, pengurus federasi secara langsung di desa pelaksana program PIDRA di Kabupaten TTS, TTU, Alor, Sumba Timur dan Sumba Barat (termasuk Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah).

Pengalaman berharga yang dapat kami bagi adalah Pengalaman yang kami sebut Upaya Peningkatan Pendapatan Masyarakat Ramah Lingkungan.... Pengalaman ini bagi kami sangat berharga karena benar-benar suatu proses belajar dari apa yang masyarakat buat. Kapasitas masyarakat dan kelembagaan masyarakat yang kuat (KM, LPD dan Federasi) memberikan kekuatan dan secara sadar mereka mampu membangun hidup dan kehidupan mereka, membangun desa mereka dan membangun lingkungan alam sekitarnya hasilnya Ladang menetap dengan teras yang tertata rapi dan diisi dengan tanaman2 produktif dan pakan ternak, ternak sapi, kambing, babi dan ayam, embung-embung mini untuk menangkap dan menjebak air hujan sehingga aktivitas pertanian tidak hanya sebatas musim hujan saja dan berkembangnya biogas dari kotoran/cirit sapi sehingga tersedianya bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan. Siklus yang sangat baik dan menguntungkan ini, yaitu ladang, tanaman dan air disatu sisi; ternak sapi, kambing, babi dan ayam yang memanfaatkan hijauan/pakan dari pertanaman diladang dan air dari embung-embung disatu sisi; Biogas memanfaatkan kotoran/cirit sapi untuk penyediaan energi bagi aktivitas hidup manusia di satu sisi; Siklus ini memberikan keuntungan kepada manusia (peningkatan pendapatan) dan menguntungkan bagi kelestarian alam (terasering, embung mini, penghijauan, mengurangi pembakaran dan pemotongan hutan/semak, memanfaatkan limbah dan mengurangi efek pemanasan global)sehingga manusia dapat hidup lebih sejahtera di lingkungan yang lestari.

Banyak program yang telah digulirkan dan dilaksanakan oleh masyarakat tapi tidak banyak program yang dapat menghasilkan seperti siklus tersebut diatas. Program PIDRA yang hanya diawali dengan konsep penguatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan masyarakat ternyata memberikan dampak yang begitu besar terhadap perkembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Mari kita belajar dari kearifan dan kekuatan masyarakat pedesaan itu inti dari suatu proses pemberdayaan masyarakat.

Selasa, 03 Juni 2008

Bagaimana Membangun Ekonomi Pertanian NTT .........???

Bahagian terbesar dari jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur (NTT) hidup dan bekerja di sektor pertanian kurang lebih 80 % dan dari jumlah penduduk NTT sebesar 4.260.344 jiwa (BPS NTT, Tahun 2006) dan kurang lebih 65%-nya adalah masyarakat miskin serta mempunyai pendidikan yang rendah. Selanjutnya data lain berbicara bahwa dari 20 Kabupaten/kota di NTT 19 Kabupaten mendapatkan Program Pengembangan Daerah Tertinggal (P2DT)....... Inilah kira-kira gambaran umum kondisi faktor-faktor pembentuk dan pengelola perekonomian NTT....

Sejak NTT berdiri Tahun 1958 sampai dengan sekarang ini, sudah tidak terbilang berapa banyak dana pemerintah yang telah diinvestasikan untuk membangun perekonomian NTT. Sejak NTT berdiri entah sudah berapa banyak mangga, jeruk, jambu mente, kopi, kelapa dll ditanam mungkin saja kalau dijumlahkan luasnya tanaman-tanaman tersebut sudah di tanam di laut karena di samping program tanam menanam masih ada program pencetakan sawah, program kehutanan (Penghijauan, reboisasi, HTI, HTM, GERHAN dll), program peternakan, program transmigrasi lokal dan program-program dari instansi pemerintah lainnya yang juga menggunakan lahan/tanah sebagai basis programnya.

Tapi ironisnya ....... sampai dengan saat ini kita belum pernah mendengar ada bom produksi komoditas tersebut diatas bahkan yang ada malah masuknya buah-buah dari luar NTT bahkan buah-buah import dari luar Indonesia....... Kita belum bisa berswasembada beras dari hasil program pencetakan sawah dan dukungan-dukungan lainnya untuk upaya peningkatan produksi beras di NTT malah yang ada banyak beras-beras dengan berbagai merek yang masuk di NTT.

Sejak NTT berdiri sampai saat ini, entah sudah berapa banyak pemerintah NTT mengeluarkan dana untuk promosi (didalam dan luar negeri) dalam rangka mengundang para investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk datang menanamkan investasinya di NTT dan berapa investor yang telah membangun usaha di NTT khususnya di sektor pertanian? Kayaknya tidak ada ya? Yang ada cuman PT-PT AKAN dari dulu sampai sekarang hanya akan datang saja, akan invest saja dan akan akan yang lainnya. Kalau dana-dana promosi yang sudah digunakan tersebut dijumlahkan, maka jumlahnya sudah lebih dari cukup untuk membangun usaha pertanian berskala besar.

Kondisi lain yang dapat digambarkan seperti betapa sulitnya dan mahalnya sarana dan peralatan pertanian di NTT ini, pupuk langka dan mahal, benih-benih bermutu sulit didapat dan mahal, obat-obatan pertanian langka dan mahal, begitu pula peralatan pertanian (traktor, perontok dll) langka dan mahal juga. Kenapa...? Kata instansi teknis, karena pertanian NTT masih subsisten, usaha pertanian NTT masih skala usaha rumah tangga atau pertanian rakyat........ Itu alasan dari tahun ke tahun sampai saat ini. Padahal sejak tahun 1990 NTT sudah mulai mengembangkan program Agribisnis ...... tapi kok masih pertanian subsisten?? masih pertanian rakyat?? Memang bingung...........

Dari gambaran diatas, walaupun kelihatannya lebih banyak berbau kritik dan kelemahan saja .... tapi harus diakui bahwa sumbangan terbesar untuk pembentukan PDRB NTT adalah dari sektor pertanian kurang lebih 44,14%. Kalau kontribusi terbesar dari sektor pertanian maka seharusnya prioritas pembangunan di daerah NTT ada pada sektor pertanian dan harus di lakukan dengan cara yang berbeda karena dari gambaran diatas menunjukan pendekatan yang dilakukan selama ini kurang efektif.

Melalui tulisan ini, saya ingin memberikan salah satu alternatif pendekatan pembangunan pertanian yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat petani di NTT. Ini bukan pendekatan baru tapi merupakan pengembangan dari pola kemitraan yang selama ini sudah ada, yaitu kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Pada pola kemitraan ini, pemerintah berfungsi sebagai penyedia modal/dana, swasta berfungsi sebagai penyedia keahlian dan manajemen sedangkan masyarakat berperan menyediakan lahan pertanian. Pola ini memberikan peran kepada pemerintah sebagai investor karena kenyataan selama ini tidak ada atau belum ada investor dari dalam atau luar negeri yang tertarik menanamkan investasinya di sektor pertanian di NTT ini. Untuk itu saya menyarankan agar untuk sementara kegiatan promosi untuk sektor pertanian ditiadakan dulu karena menjual potensi lahan ternyata kurang efektif kita harus merubah promosi kita dengan menjual hasil produksi yang unggul dan kompetitif. Swasta berperan dalam penyediaan keahlian dan manajemen karena selama ini ada beberapa pengusaha yang bergerak di bidang pertanian sudah cukup berhasil tapi untuk mengembangkan secara besar mereka membutuhkan modal tambahan. Sedangkan petani menyediakan lahan, karena selama ini persoalan lahan selalu menjadi permasalahan utama dalam setiap program pemerintah maupun swasta untuk itu alternatif yang bisa ditawarkan adalah kepemilikan saham bersama dimana masyarakat menyertakan lahannya sebagai andil masyarakat dalam usaha tersebut.

Model pengelolaannya dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu : cara yang pertama, usaha ini akan terus dilakukan sepanjang waktu dengan cara pembagian saham setiap tahunnya dan atau cara yang kedua pada kurun waktu tertentu (20 tahun misalnya) usaha itu menjadi milik masyarakat namun dapat juga diserahkan untuk dikelola kembali oleh swasta namun dengan komposisi kepemilikan saham yang sudah berbeda, petani/masyarakat lebih besar. Model ini ditawarkan karena bila dilakukan dengan program pemerintah selama ini yaitu dengan pendekatan 1 (satu) tahun anggaran sangat merugikan sektor pertanian. Kenapa? Karena dalam indikator keberhasilan program pengembangan jeruk misalnya hanya pada penyerahan bibit jeruk oleh pihak penerima kerja kepada pemberi kerja. Sedangkan seharusnya indikator keberhasilan itu harus pada saat tanam itu mampu berproduksi dan produksinya sesuai dengan spesifikasi varietas komoditi tersebut dan itu baru dapat terjadi 3-4 tahun kemudian. Inilah salah faktor yang mebuat program pemerintah selalu tidak menunjukan hasilnya karena setelah penyerahan bibit dan ditanam lebih banyak yang mati daripada yang hidup dan kalau ada yang hidup ternyata varietasnya tidak sesuai dengan spesifikasi yang di harapkan.

Pada model ini, petani/masyarakat dapat kembali menjadi tenaga kerja sepanjang kalau petani/masyarakat yang bersangkutan mau untuk menjadi pekerja. Disamping itu dapat diatur pola pertanamannya sehingga petani/masyarakat masih dapat menanam tanaman semusim sebagai sumber pangannya diantara tanaman inti.

Pola pengembangan usaha harus berbasis keunggulan disetiap wilayah. Misalnya Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), komoditi unggulannya Jeruk Keprok So’E. Jeruk inilah yang harus dikembangkan dalam skala besar 500 -1.000 ha bahkan lebih. Pola ini akan memberikan hasil yang banyak (multiplayer effect), antara lain :

1. Menciptakan pasar baru. Persoalan pupuk, obat, dan peralatan pertanian yang selama ini terjadi di NTT hanya oleh karena NTT bukan pasar yang menguntungkan untuk sarana produksi. Permintaan barang yang kecil/sedikit dan besarnya biaya transportasi barang membuat pengusaha saprodi pertanian tidak mau berspekulasi membuka usaha di NTT. Namun bila kita membuka usaha pertanian dalam skala besar (500 -1.000 ha misalnya) kebutuhan akan pupuk, obat2an, benih/bibit unggul, peralatan pertanian sangat tinggi. Ini akan menjadi faktor pendorong para pengusaha saprodi pertanian untuk membuka usaha di NTT dan peluang untuk terjadinya persaingan bisnis sehingga berdampak pada harga jual produk yang semakin murah akan memberikan keuntungan yang besar bagi para petani kita.

2. Mengembangkan usaha dengan skala ekonomis, akan memberikan pilihan pengembangan usaha lanjutan yang lebih besar seperti pabrik pengolahan jeruk menjadi sirup atau jeruk kaleng dan pada saat itu investor tidak ragu karena jaminan ketersediaan bahan baku sudah pasti.

3. Produksi Jeruk Keprok So’E yang tinggi akan berdampak pada pemasaran jeruk keprok So’E yang selama ini hanya di wilayah Pulau Timor saja dapat di kembangkan ke luar Pulau Timor bahkan keluar NTT bahkan bisa dieksport.

4. Keberhasilan pengembangan usaha ini akan mendorong pihak-pihak lain untuk mengembangkan usaha sejenis yang berarti akan memperluas areal penanaman jeruk Keprok So’E.

5. Berkembangnya usaha ini akan membuka lapangan kerja baru itu berarti akan membantu menurunkan angka pengangguran di daerah.

6. Petani akan mendapatkan keuntungan yang besar, tidak terjerat pola ijon lagi, sehingga pendapatan petani meningkat dan jaminan peningkatan kesejahteraan petani makin lebih besar.

7. Secara politis, Bupati/Walikota atau Gubernur yang mengembangkan pola ini akan dicintai para petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat NTT, sehingga tidak perlu kampanye lagi pasti akan dipilih pada periode berikutnya (seperti Gorontalo).

Kalau semua kabupaten/kota dapat mengindentifikasi potensi unggulannya dan mengembangkan dengan pola ini saya yakin dalam waktu 1 – 2 periode kepemimpinan Bupati/Walikota/Gubernur NTT akan menjadi salah satu provinsi yang tidak miskin dan tertinggal lagi serta akan diperhitungkan dalam kontribusi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.

NTT tanpa perubahan pola pikir dan pola tindak dimana Pemerintah harus berperan menjadi penanam modal utama dan Pemerintah harus berorientasi bisnis tanpa meninggalkan fungsi pelayanannya, maka NTT tidak akan pernah berubah. NTT tetap akan miskin dan tertinggal. Perubahan ini harus segera....... segera berubah .......... jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat di NTT masih sangat tergantung pada pemerintahnya.

Masyarakat NTT menunggu hadirnya para pemimpin daerah yang mampun meningkatkan kesejahteraan mereka..... jangan kampanye hal-hal gratis karena itu hanya upaya pembodohan masyarakat tapi kampanyelah tentang upaya/program peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga seluruh masyarakat dapat atau mampu mengakses pendidikan berkualitas yang mahal, mampu mengakses sarana kesehatan berkualitas yang mahal dan mampu untuk mengembangkan ekonomi daerah ini menjadi lebih baik lagi bersama pemerintah. Maaf agak kampanye sedikit karena sudah bosan dan muak dengan janji-janji gombal dari para kandidat dan yang tidak pernah terbukti setelah terpilih.