Kamis, 24 Juli 2008

NTT Harus Bersyukur

Baru saja tanggal 16 Juli 2008 kita lewati... pada tanggal ini terjadi pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2008 – 2013 dan merupakan Gubernur dan Wakil Gubernur pertama yang dipilih secara langsung oleh seluruh masyarakat NTT. Momentum yang benar-benar sangat berharga dan bersejarah yang akan sangat menentukan masa depan NTT.

Pada tanggal ini juga merupakan akhir dari masa kepemimpinan Bapak Piet Alexander Tallo, SH yang terakhir berduet dengan Bapak Drs. Frans Leburaya yang sekarang terpilih menjadi Gubernur NTT yang baru. Bila kita melihat masa lalu atau kilas balik kepemimpinan Pak Piet A. Tallo, SH, ini merupakan cerita yang sangat panjang..... Beliau memulai karier politiknya setelah terpilih sebagai Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) pada tahun 1983 dan tercatat beliau menjadi Bupati TTS selama 10 tahun (2 periode). Berawal dari kepemimpinan beliau di TTS dengan gaya kepemimpinan yang spesifik menimbulkan kontraversi diberbagai pihak. Bagaiman tidak menimbulkan kontraversi? Beliau mulai dengan gebrakan yang terkenal “makan tanah”. Apakah ini suatu akronim atau memang berarti harafiah memakan tanah? Ini benar-benar bukan akronim tapi benar-benar memakan tanah. Kenapa? Beliau mulai memimpin TTS dalam keadaan yang sangat terbelakang, miskin, tertinggal dari dari antara kabupaten yang ada di NTT pada saat itu. Salah satu faktor penyebabnya karena budaya malas dan ketergantungan yang begitu tinggi yang ada pada masyarakat di TTS. TTS mempunyai potensi yang begitu besar di bidang pertanian khususnya tapi masyarakat tidak memanfaatkan dan mengolah potensi itu dengan optimal. Mereka lebih memilih untuk mempekerjakan anak-anak mereka ke kota (kupang khususnya) sebagai pembantu rumah tangga sambil anak-anak tersebut disekolahkan oleh para majikannya, kemudian kebiasaannya keluarga2nya akan sering datang berkunjung dengan modal bawa ayam 1 atau 2 ekor dan juga sagu (biasa disebut “Uk”) yang terbuat dari jagung dicampur kelapa dan selanjutnya mereka bisa tinggal 1-2 minggu baru pulang. Kondisi ini membuat Pak Piet (untuk akrabnya selanjutnya sapaan ini saya akan pakai dalam tulisan ini) sangat prihatin. Untuk itu beliau membuat program setiap Kepala Keluarga (KK) minimal harus mempunyai kebun 1 ha. Dan Pak Piet langsung melakukan supervisi dari desa ke desa. Apabila beliau menemukan ada KK yang tidak mengolah kebun maka Pak Piet akan berikan sangsi berupa makan tanah. Pak Piet mengatakan mereka memang hanya pantas makan tanah karena itu yang dipunya dan tidak ditanami apa-apa yang seharusnya untuk penopang sumber makanan keluarga. Begitu pula kalau Pak Piet ketemu dengan warganya di kota SoE baik dijalanan ataupun di pasar/tempat umum lainnya dan mereka tidak bisa memberikan jawaban yang tepat tentang keperluan ada di kota SoE pasti Pak Piet berikan sangsi makan tanah. Pak Piet juga mulai mengundang para pakar dari berbagai bidang ilmu baik dari lembaga perguruan tinggi di jawa maupun dari Universitas Nusa Cendana Kupang untuk melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan sosial, budaya, ekonomi maupun pengembangan teknologi. Alhasil, selama 2 periode (10 tahun) Pak Piet memimpin TTS, kabupaten itu tumbuh pesat dan mampu bersaing dengan kabupaten lain di NTT maupun mampu berprestasi lebih dari kabupaten lain di NTT maupun di Indonesia sehingga beliau mendapat berbagai penghargaan bahkan gebrakan Pak Piet yang fenomenal itu sampai menjadi berita dunia. Setelah selesai berkarya di Kabupaten TTS beliau kembali ke provinsi dan menjadi Kepala BKPMD Provinsi NTT dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi NTT dan akhirnya terpilih sebagai Wakil Gubernur NTT tahun .... menggantikan Bapak S.H.M Lerrick dan kemudian terpilih menjadi Gubernur NTT menggantikan Mayjen Herman Musakabe periode 1998 – 2003. Beliau memulai masa kepemimpinan langsung berhadapan permasalahan krisis ekonomi global sehingga pertumbuhan ekonomi NTT mencapai angka minus 4 % dan kemudian dilanjutkan bencana sosial yang lebih dikenal sebagai kerusuhan Kupang yang sangat berbau sara pada tanggal 30 November 1998. Ini ujian yang sangat berat. Tapi dengan gaya pendekatan Pak Piet dan langsung turun lapangan melakukan pendekatan dengan berbagai tokoh masyarakat, tokoh pemuda, para pemimpin umat akhirnya Kupang bahkan NTT bisa lolos dari malapetaka bencana sosial yang besar seperti yang terjadi di Ambon maupun di Sulawesi Tengah (Poso). Disinilah sebenarnya titik awal yang harus menjadi standart penilaian keberhasilan beliau sebagai seorang pemimpin wilayah dan hal ini pula yang dapat menjadi standart penilai teologis akan pertanggung jawaban Pak Piet sebagai seorang anak manusia yang telah dipilih oleh Tuhan untuk memimpin umat ciptaanNya yang berada di NTT (Evaluasi secara teologis ini berawal dari renungan Pdt. Dr. Eben Nubantimo Ketua Sinode GMIT pada saat beliau memimpin kebaktian pengucapan syukur Pak Piet pada tanggal 12 Juli 2008 jam 10 pagi di Rumah Jabatan Gubernur). Inilah yang saya maksudkan bahwa NTT harus bersyukur....... seluruh warga masyarakat harus bersyukur pada Tuhan bahwa melalui penyertaan dan perlindungan Tuhan, yang Tuhan titipkan lewat Pak Piet sebagai Gubernur terpilih pada saat itu maka NTT terhindar dari marabahaya dan malapetaka besar seperti yang terjadi di Ambon dimana sampai dengan saat inipun masih belum aman karena sedikit pemicu saja sudah meledak menjadi persoalan besar. Mudah-mudahan seluruh warga masyarakat NTT sadar akan hal ini.... Keberhasilan ini tidak dapat dinilai dengan berapa besarnya materi atau harta apapun yang harus diberikan kepada Pak Piet ..... Hanya Tuhan saja yang bisa membalas jasa Pak Piet.

Setelah itu dengan tangan dingin Pak Piet mulai membangun kembali NTT sehingga dapat bangkit dari keterpurukan dan mulai dapat berprestasi di tingkat nasional. Pak Piet membangun NTT dengan filosifi yang sederhana tapi sangat mendasar seperti “Mulailah membangun dengan apa yang ada dan apa yang dimiliki oleh rakyat” (Ini untuk filosofi pembangunan). Untuk meredam berbagai gejolak akibat keanekaragaman yang ada di NTT Pak Piet menggunakan filosofi “ mengangkat batu dari dalam air tanpa membuat air keruh”. Dan istilah-istilah Pak Piet yang lain seperti Tahu Diri, Jangan Lupa asal usul, jangan rakus, jangan ada dusta diantara kita dan istilah-istilah lain yang masih banyak dan biasa Pak Piet lontarkan dalam setiap kesempatan beliau berpidato resmi maupun tidak resmi.

Dan Pak Piet memang mengdedikasikan hidupnya untuk NTT selama 2 periode (10 tahun) bahkan dalam keadaan kondisi kesehatan Pak Piet selama tahun 2008 ini sangat menurun tapi Pak Piet tetap berusaha untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang Gubernur. Luar biasa.... masyarakat NTT harus bersyukur karena diberikan Tuhan seorang pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab atas tugas dan pekerjaannya. Memang banyak yang belum bisa capai dalam masa kepemimpinan Pak Piet tapi bila dibandingkan dengan kondisi awal Pak Piet menjadi Gubernur dengan kondisi saat ini sekali lagi kita masyarakat NTT harus bersyukur pada Tuhan karena dikaruniakan seorang Pak Piet.

Pak Piet selamat memasuki masa istirahat mu, 25 tahun sebagai seorang pemimpin di NTT 30 an tahun berkarya sebagai PNS merupakan waktu emas yang telah dikau persembahkan bagi NTT, bagi sesama umat manusia di NTT. Kami terus berdoa untuk proses penyembuhan kesehatan mu..... kami terus berdoa untuk keselamatan dan umur panjang mu ........ kami terus berdoa untuk berkat kebahagian dan kesejahteraan bagi mu beserta keluarga.... kami juga terus berdoa untuk kesediaan mu untuk tetap berkontribusi dalam pembangunan NTT di masa mendatang.

Pak Piet.... Engkau figur idola kami....... Engkau teladan kami..... Engkau Bapak bagi kami ...... Kami bersyukur dan berterima kasih atas jasa pengabdian mu untuk kami masyarakat NTT.